Home » » Seleret Sinar di hati

Seleret Sinar di hati

SELERET SINAR DI HATI By: Riska O.W “Rin dimana kamu…??? Sudah siang gini,,,kamu pergi ke kampus nggak?” Suara Messy pagi ini benar-benar membuat mimpi indahku bagai seleret sinar yang hanya lewat dan tak mungkin kembali. Benar-benar seperti dalam dunia nyata,dimana aku memang tak mungkin memilikinya. Tapi kejadian pagi ini segera terlupakan dengan kegiatan kampusku yang memang setumpuk. Setelah seharian di depan komputer untuk mengerjakan tugas kampus,aku mencoba menghibur diri untuk menikmati secangkir kopi di kantin favoritku. Tanpa aku bilang,aku ingin memesan apa,bu Parmi sudah tahu harus membawa apa ke mejaku. Aku memang penggila kopi,tanpa kopi mungkin kepalaku bisa pecah dengan seabrek kegiatan yang aku sendiri tak tahu kapan ini semua akan selesai. Karena hobbyku yang tak pernah absen mengerjakan tugas,teman-teman sering memanggilku dengan sebutan Miss Perfect. Eittzzz jangan salah??? Aku memang boleh aktif dalam kegiatan kampus atau tugas-tugas kampus,tapi kalau masalah asmara,mungkin kalau dinilai, nilaiku dibawah standart . Ya,,,aku memang tidak mengenal istilah pacaran bahkan cowok,,,itu sich menurut teman-temanku,tapi sebenarnya mereka tak pernah tahu apa yang aku rasakan. “Rin,ke perpus yukkk…!!! “ Suara messy lagi-lagi mengusik lamunanku… “Iya-iya…” aku segera menyahut,karena kalau tidak, suara Messy bisa tambah menggelegar, Apa yang aku duga benar,mereka semua sudah menungguku. Yahh siapa lagi kalau bukan wartawan kampus. Secara bisa dibilang,aku itu lumayan terkenal di kampus,jadi kisah pribadiku,khususnya masalah percintaan adalah bahan gossip yang paling di tunggu se-antero kampus. Tapi jurus utamaku juga sangat ampuh untuk mengatasi itu semua. Ya… jurus “ No comment” . sebenarnya aku sendiri juga capek menjomblo terus,tapi apa daya,aku memang tidak ingin terjebak kisah cinta yang dangkal. Yang hari ini jadian,eh…besoknya putus. Makanya aku ekstra hati-hati untuk memilih pasangan. Dan sebenarnya aku sudah menaruh hati kepada seseorang,tapi adalah sebuah keajaiban jika dia kelak benar-benar bisa jadi milikku… Setumpuk pertanyaan paparazzi bisa aku jawab dengan lancar tanpa sepatah katapun yang terselip,kecuali satu pertanyaan,”Gimana mbak Rindy,diedisi majalah tahun ini apa sudah ada jawaban atas pertanyaan yang sudah sering kami semua tunggu-tunggu jawabanya…??” Akupun terdiam sejenak,menyimpan banyak teka-teki yang mungkin terbesit di benak semua orang yang tak sabar menunggu jawaban dari mulutku,akhirnya bukan jawaban yang terucap,tapi hanya senyum tersungging penuh misteri yang menjawab semuanya. Dan lagi-lagi di majalah edisi tahun ini,kisah cintaku masih tersimpan rapi.. Cinta memang selalu menjadi topik utama dalam semua hal,,,tapi anehnya di umurku yang sudah menginjak 20 tahun,aku tak pernah tertarik untuk menjalin hubungan dengan makhluk yang bernama laki-laki. Karena kisah cintaku yang pertama dimulai dengan orang yang salah. Ya…aku salah memilih cinta. Aku salah mencintai orang. Orang yang seharusnya tak boleh aku cintai,kini justru menjadi pujaan hati yang tak akan mungkin bisa terganti. Sejak saat itu aku tidak pernah menaruh hati pada yang lain. Dia cinta pertama dan terakhirku… “Assalamu’alaikum…” “Wa’alaikumsalam…tumben sudah pulang Rin???” “Iya buk,tadi ada wawancara di kampus,jadi nggak ada jadwal kuliah,makanya bisa pulang cepet..” “Syukur deh kalau bisa pulang cepet soalnya tadi ada telfon dari kakakmu,katanya nanti sekitar jam 1 kamu mau dijemput…” “ yang bener buk???” Aku setengah tak percaya,, “ iya bener,katanya nanti ada acara di rumahmu,makanya kamu disuruh pulang..” tambah ibu kost, Setelah mendengar penjelasan dari bu Santi pemilik kost,aku langsung menghambur ke kamar dan mempersiapkan pakaian untuk pulang. Aku sangat bahagia melebihi ketika aku mendapat IP tertinggi di kampus. Hatiku tak berhenti bersenandung. Mungkin tak banyak teman-teman kostku yang tahu apa sebenarnya yang membuat hatiku bisa sesenang ini. Yang mereka tahu,aku senang pasti lantaran sebentar lagi aku bisa bertemu keluargaku di rumah. Berbeda dengan Sherly sahabat karibku. Dia hampir tahu seluruh isi hatiku. Karena itu, dengan tingkahnya yang khas dia menggodaku. “Cie2,,,yang sebentar lagi dijemput pujaan hati???”,” Huzzz ngomong apa sich kamu Sher?? Nanti yang lain denger gimana??? Aku kan malu…” “ iya malu…tapi mau kan…?” Sherly tambah menggodaku.. akupun sedikit jengkel dan langsung menutup mulutnya,karena kalau terlalu lama mulut Sherly dibiarkan terbuka bebas, dia bisa kebablasan.. Aku sendiri juga bingung dengan perasaanku sendiri,aku tak pernah mengalami ini sebelumnya,,,jatuh cinta pada pandangan pertama dan itu dengan orang yang salah… Dengan kakakku sendiri,,,kakak tiriku… Aku menyadari itu tak mungkin terjadi,tapi aku masih punya sedikit harapan di hati,karena tak ada larangan dalam agama seorang adek menaruh hati pada kakak tirinya. Ya,,,hanya itu yang sampai sekarang masih menguatkan hatiku. ____________ - ____________ Sudah hampir satu jam aku menunggu,akhirnya Mas Gilang datang juga membawa motor kesayangannya. Semua rasa jengkelku,terbayar lunas dengan senyum manis dari bibirnya. Amarah yang awalnya ingin meledak,seakan sirna ditelan dunia. “Dah lama menunggu de’??? maaf ya Mas telat soalnya tadi masih disuruh nganterin bapak beli kambing yang mau dipotong besuk..” “iya nggak apa- apa Mas,mang ada acara apa to Mas?? Kok sampai aku disuruh pulang? Penting banget ya??? Tanyaku dengan nada tak sabar… “ nanti kalau sampai rumah,kamu pasti tahu sendiri de’…” jawab Mas Gilang dengan suara merendah. Tanpa menunggu lama lagi aku dan Mas Gilang langsung bergegas pulang. Di perjalanan kami lebih banyak diam,padahal biasanya banyak topik yang menjadi bahan pembicaraan kami selama di jalan. Tapi entah mengapa,perasaanku tak enak,dan aku perhatikan Mas Gilang juga tak banyak bicara,hanya sesekali dia bertanya tentang kuliahku. Akupun menjawab sekiranya saja,kemudian kami terdiam kembali. Keheningan ini segera berakhir ketika aku menyadari bahwa kita telah berada pada suatu tempat yang sangat-sangat indah. Tempat ini adalah salah satu tempat favoritku dan Mas Gilang. Aku tak menyangka hari ini aku berada di tempat ini bersama orang yang sangat aku cintai. Seketika itu terlintas dibenakku semua kenangan indahku bersama Mas Gilang. Dia selalu mengajakku ke tempat ini,disaat aku sedang ada masalah. Tapi kali ini aku memang tak mempunyai masalah,kenapa Mas Gilang mengajakku kesini?? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di pikiranku. “ Kok ngelamun aja?? gimana,,,seneng nggak de’??masih ingat tempat ini kan?” Celetuk Mas Gilang yang akhirnya membuyarkan lamunanku… “ Ya jelas seneng banget lah Mas..Kok Mas ngajak aku kesini?? Aku kan nggak sedang ada masalah Mas??”,,” Memangnya harus ada masalah dulu baru kesini?”,” Ya nggak juga sich…”,”Makanya dinikmati aja selagi kita masih bisa…” Selagi masih bisa?? Apa maksudnya?? Memangnya Mz Gilang mau kemana kok bilang selagi kita masih bisa…Tapi sebelum aku bisa menjawab teka-teki ini,Mas Gilang sudah memanggilku dari kejauhan. “ De’,kesini lho…!!! Jangan ngelamun aja… Tempat yang dulu bagai surga bagiku,entah kenapa sore ini seakan tak bernyawa dihadapanku. Tak terasa hari semakin gelap dan kita berduapun bergegas pulang dan tentu saja dengan sejuta pertanyaan di benakku. Sampai juga motor Mas gilang tepat di depan rumahku. Tapi kali ini aku benar-benar tak mengenali rumahku. Ada yang aneh,,,kenapa ada janur kuning terpasang disana?? Kenapa banyak orang?? kenapa ada kursi pelaminan duduk manis di depanku..?? sudah tak terhitung lagi pertanyaan yang ingin aku utarakan kepada Mas Gilang,tapi tanpa aku sadari Mas Gilang sudah menghilang dari hadapanku. Seketika itu aku langsung menghambur kedalam rumah dan mencari ibu… “ibuk………….ibuk…….??” Suaraku mengagetkan semua orang yang mendengar,tapi aku tak peduli tentang itu. Aku hanya konsentrasi pada satu suara. Aku hanya ingin mendengar sahutan dari bibir ibukku. “iya…..rin..nggak usah teriak-teriak,ibu disini…” Tanpa kusadari,ternyata ibuk sudah berdiri didepanku. Tanpa aba-aba,sejuta pertanyaan yang semula hanya menjadi misteri di hati,kini dengan sendirinya keluar dari mulut, “Bu,ada apa ini,kenapa rumah begitu rame,ada acara apa? Kenapa ada janur kuning? Siapa yang mau menikah? Kenapa ibu….” Sebelum aku meneruskan pertanyaanku,ibu segera menutup mulutku dengan lembut, “shuut…..sudah,ayo ke kamar,ibu ceritakan semua” Saat kakiku menginjak lantai kamar,aku kembali mengoceh,tapi lagi-lagi ibu menahanku. “ Sudah…dengarkan ibuk…Besok Masmu ijab Kabul” Bagai tersambar petir ketika aku menangkap dua kata dari mulut ibu. Ijab Kabul????????? Dengan siapa. Tak mungkin denganku kan?? Lalu dengan siapa? Kenapa mas gilang tak pernah bercerita sebelumnya. “ dengan siapa buk?” suaraku terdengar lemas. “dengan calon pilihan Bulek tantri..” ya,bulek tantri yang mas gilang panggil ibu. Ibu tantri adalah istri pertama ayah,yang berarti pula bu tantri, ibu kandung mas gilang. “ dan mas gilang setuju??” tanyaku penasaran. “ lha iya,lhawong masmu sendiri yang memberitahu ibuk tentang berita gembira ini.” Berita gembira???? Ya,bagi semua orang ini tentu berita gembira,tapi bagiku?? hatiku bagai tersayat pisau yang tajamnya tak terkira. Pena yang sudah tertulis,tak mungkin bisa kuhapus. Tulisan yang terlanjur terukir,tak mungkin bisa ku ubah. Mungkin sudah takdirku. Kini sejauh mata memandang,hanya ada kelopak mata mengatup dan tak akan pernah bisa menyentuh. Oh Tuhan..ingin rasanya aku berlari…..berlari dan tak ingin berhenti, walau hanya sejenak,karena itu bisa membawaku kembali ke masa lalu,masa indahku bersama kakakku. *** Saat itu juga aku tak mampu menahan air mata,dengan tergopoh-gopoh aku melangkah pergi dari hadapan ibuk. Langkah kakiku semakin gontai,entah apa yang kurasakan,akupun tak tahu. Aku hanya mendengar sayup-sayup orang memanggilku,tapi aku tak peduli dan terus menjauh pergi. Dan sampailah aku pada satu titik dimana aku tak mampu melangkah lagi. Ya,aku melihat sosok lelaki berdiri tegap dihadapanku. Aku semakin tak mampu menyembunyikan kesedihanku. " mau kemana de'? kog lemes gitu..ngantuk ya??" Nada pertanyaan yang seolah-olah tak mengerti apa yang sedang terjadi,dan itu semakin membuatku sakit hati. Tanpa menjawab sepatah katapun,aku hanya meninggalkan bayanganku bersamanya. Diapun hanya tertegun tak bersua dan mungkin dengan sejuta pertanyaan di benaknya. *** Malam ini bagai malam terburuk selama hidupku. Besok adalah hari dimana aku akan kehilangan separuh hatiku. Hal yang tak pernah aku bayangkan akan terjadi secepat ini,hatiku kian membeku dalam kebisuan,mencekik setiap rongga nafasku. Senandung yang dulu selalu menghiasi hariku,kini berubah menjadi nyanyian sendu yang mengantar kematian sendi-sendi kehidupanku. Oh Tuhan…jika waktu bisa dihentikan,ingin sekali aku berlari ke masa lalu dan tak ingin meraih hari hingga membawaku sampai pada hari ini. Dan jika aku diberi keberanian lebih,ingin sekali mengatakan pada dunia,,,aku membutuhkannya,aku tak ingin kehilangannya,aku mencintainya…tapi itu semua tak mungkin terjadi,aku tak mungkin mengubah apa yang telah digariskan. Aku tak mungkin menyakiti hati seorang manusia,ya…aku tak mungkin tega menyakiti perempuan yang telah mengambil separuh jiwaku. Keramaian malam ini dirumahku,tak membuatku bergeming. Aku berada pada duniaku sendiri,yang tak seorangpun kuijinkan terlibat dalam pergolatan batinku… "tok…tok…tok…". Suara orang mengetuk pintu,mengagetkan kesendirianku. "siapa?" tanyaku dengan suara parau, "ini ibuk,kamu nggak makan dulu to nduk? Kamu ditunggu mas gilang di depan,katanya mau diajak beli bakso". Mas gilang??? Nama yang sebenarnya tak ingin kudengar lagi dan ingin kulempar jauh.. "gimana nduk?? Mau nggak diajak mas gilang? Kasian,dia sudah nungguin itu lho.." Tanya ibuk semakin tak sabar. "maaf buk,Rindy dah ngantuk.." jawabku parau "kamu nangis to nduk? Kok serak gitu…ada apa? Apa ada masalah dikampus? buka pintunya,ayo cerita sama ibuk!!! Apa ibuk panggilkan mas gilang,kalau kamu pengen cerita sama masmu itu? Pantesan tadi masmu bilang,kalau kamu nggak kayak biasanya." " nggak ada apa-apa kok buk,Rindy cuma capek aja kok,pengen istirahat…" jawabku singkat. " yowes kalau gitu,cepet tidur,besok biar seger kalau datang ke acara ijab kabul masmu." Aku kembali terdiam dan tak terasa air mataku sudah mengalir deras jika membayangkan apa yang terjadi besok. Kesedihanku itu membawa kembali ingatan saat pertama aku berjumpa dengan mas gilang. Saat itu aku masih duduk di bangku SMP,dengan manis dia bertanya. "besok kalau sudah lulus, mau meneruskan ke SMA atau mau ikut mas gilang mondok??" Saat itu mas gilang memang masih tercatat sebagai santri di salah satu ponpes terkenal di ponorogo dan hari itu pertama kali dia bersilaturrahmi ke rumahku,tetapi anehnya, aku tak canggung berada di dekatnya,seperti sudah kenal lama dengannya. "mau ikut bulek di ngawi mas,mau meneruskan SMA saja.." jawabku polos. " oh gitu,tak kirain mau ikut mas mondok.." jawab mas gilang seraya tersenyum. Senyuman itu…Ya,senyuman itu yang menjadi awal semua kesedihan. Senyuman yang membuatku tertarik dengan sosoknya. Senyuman yang membuatku ingin selalu berjumpa. Senyuman yang membuatku terbiasa bersamanya. Oh Tuhan…andai hari itu aku tak melihat senyumnya,pasti semua ini tak kan terjadi. Tapi semua sudah terlanjur,kini tinggal bagaimana caraku menata hati. Bagaimana menguatkan hati ketika orang yang kuharapkan mengucap satu janji hanya untukku,tapi malah meminang perempuan lain di depan mataku. Di dalam lubuk hati yang paling dalam,aku berharap ada keajaiban menghampiriku.Ya,aku hanya bisa berharap dan berdoa. Jikalau nanti memang aku harus merelakan malaikat penjagaku untuk orang lain,aku tak boleh menunjukkan kesedihanku dihadapan orang lain,terutama ibuk. Aku tak tega menyakiti hatinya. Dia pasti tak pernah menyangka,aku menaruh hati pada kakakku sendiri. Malam semakin sunyi,tak terasa keramaian rumahku kian menghilang. Hanya sesekali terdengar suara bunyi ringtone hp,dan itu berarti ada sms masuk. Dan ringtone itu tidak asing bagiku,ya…itu ringtone mas gilang. Seluruh sendi-sendi di tubuhku langsung terasa kaku,di palung hati terasa begitu sakit tak terperi. Sekuat tenaga kukendalikan perasaanku,jangan sampai airmata membasahi pipi. Tapi kali ini aku benar-benar tak kuasa menahan perasaan yang bergejolak di hati,ingin sekali melihat senyumnya untuk yang terakhir kali,ya setidaknya sebelum esok hari. Dengan sedikit gontai,aku mencoba melangkahkan kaki keluar kamar,maklum sejak sampai rumah,belum sesuap nasipun mengisi perutku. Kubuka pintu pelan-pelan,berharap tak seorang pun mendengar dan mengusik istirahat mereka. Aku hanya ingin mencari pemilik ringtone hp itu. Hanya sekedar mengucapkan selamat untuk pernikahannya. Aku terus berjalan menuju arah suara ringtone tadi. Menyusuri lorong dapur yang sepi,hingga akhirnya kutemukan pintu,dan jika aku membuka pintu itu,aku sampai pada tujuan. Tapi entah mengapa saat itu juga,keraguan meliputi seluruh tubuh,kaki terpaku tak mampu melangkah lagi. Rongga nafas begitu sulit berfungsi. Detak jantung kian berdegup kencang,sangat kencang melebihi ketika menunggu pengumuman lomba di kampus. Aku semakin tak bisa menguasai keadaan. Pintu yang sejak tadi kupandang,perlahan terbuka dengan sendirinya. Ternyata sosok itu berdiri tepat didepanku. Aku berkata pada diriku sendiri..ayo Rindy,kamu pasti kuat. Kuasailah keadaan,jangan biarkan keadaan menguasaimu. Itulah kata-kata yang selalu aku utarakan ketika aku berkesempatan untuk menjadi duta motivasi di kampusku. Dengan sisa tenaga yang kupunya,kupanggil lirih namanya,begitu manja terdengar. “ Mas…” Senyum itu lagi-lagi merampas hatiku,terasa begitu kejam. “dalem,,,ada apa to nduk cah ayu?? Jam segini kok belum bobok? Di luar dingin lho,memang mau kemana? Lagi-lagi aku tak mampu menjawab,ku gigit bibirku,berusaha mencegah airmata jatuh di pipiku. Mas gilang mengulangi pertanyaannya. “ De’ mau kemana? Kok malah bengong?” “ Mas gilang sendiri kenapa jam segini belum tidur? Bukankah besok itu,hari yang terpenting dan bersejarah untuk hidup mas Gilang? “ Mas belum bisa tidur de’..” “ aku juga…” Dengan tajam mas gilang memandang kearah mataku.. “ De’ kenapa matanya sembab begitu,pasti habis nangis?? Ada masalah apa?tak seperti biasanya kamu seperti ini..kalau ada masalah kan kamu selalu cerita sama mas.” “ Apa mas masih punya waktu,hanya untuk mendengar curhatku? Apa bagi mas gilang,aku masih begitu penting? Seberapa penting aku bagi mas? Pasti sama sekali sudah tak penting. Ingin menikah,sama sekali tak pernah memberitahuku,sampai-sampai aku mendengar dari mulut orang lain. Aku kecewa mas,aku benci sama mas…benci…….” Kemarahanku meluap,airmata tak kuasa kubendung. Dengan kepala tertunduk,tangisku memecah sunyinya malam. Tepatnya hanya sisa-sisa tangis. Tubuhku begitu lemas,hingga aku tiba-tiba merasakan sesosok tubuk kekar memelukku erat. “ jangan melawan..jangan di lepas. Biarkan mas memelukmu untuk yang terakhir kali.” Sejenak aku merasa bumi berhenti berputar,angin membelai lembut di ujung roma..Ya Rabb..maafkan aku…aku belum bisa sepenuhnya ikhlas…jangan biarkan aku terlalu larut di peluknya..perlahan aku mencoba melepas pelukan itu..tapi lagi-lagi pelukan tangan itu semakin erat menahanku pergi.. “ Mas…sudah..lepasin pelukannya..lepasin mas!! “ pintaku memelas. “ Maafin mas de’...” “ Untuk apa? Mas nggak salah,aku yang salah,aku salah mengartikan kebaikan mas selama ini. Lepasin aku mas...kumohon” seketika pelukan itu mulai merenggang,tapi kenapa hasrat hati seakan tak ingin benar-benar melepas pelukan itu. “ Kamu nggak salah de’..nggak ada yang salah,mas paham perasaanmu,karena sebenarnya...” hatiku berdegup kencang menanti kata demi kata dari mas gilang. Aku sangat berharap dia punya perasaan yang sama sepertiku...tapi apa mungkin?? “ karena...mas sudah lama tahu perasaanmu itu,tapi ade’ perlu tahu,mas nggak ingin menyakiti hatimu. Mas berfikir,kamu masih terlalu kecil untuk benar-benar mencintai seseorang dan mas yakin,perasaanmu ke mas hanya sementara dan hanya kasih sayang seorang ade’ pada kakaknya.” “ Jadi mas sudah tahu perasaanku dan mas tak pernah sekalipun peduli???? Sampai sebegitunya mas??kuakui aku memang bodoh,tak seharusnya aku berharap pada orang yang tak mencintaiku,bahkan tak peduli padaku,aku memang bodoh....” Malam itu,air mataku membanjiri kedua pipiku,sejenak aku lupa akan semuanya,hanya perih kurasakan di ulu hati...begitu perih,seperti terluka sangat dalam...namun tiba-tiba kehangatan menyelimuti tubuhku dan tanpa kusadari,tubuh tegap itu kembali menopangku..ya,mas gilang kembali memelukku. Samar-samar kudengar desahan nafasnya,,, “ Menangislah de’...menangislah jika itu membuat hatimu lega...dengarkan mas baik-baik...cinta tak pernah salah. Mas tak pernah menyalahkan perasaanmu itu,tapi yang perlu kamu tahu...cinta tak harus memiliki kan?? Mas tetap akan slalu ada untukmu,meskipun mas tak slalu ada disampingmu lagi. Mas akan slalu ada di hatimu,begitu juga sebaliknya. Mas sangat menyayangimu..Rindy kecilku yang manis...mas hanya ingin melihat senyummu yang manis seperti dulu. Besok mas ingin melihat ade’ kecil mas ini tersenyum manis dan mendoakan pernikahan mas. Tak ada lagi air mata.” Tuhan.....aku tak ingin kehilangan orang ini...sama sekali tak ingin,tapi aku tak boleh cengeng. Seorang Rindy tak boleh menangis hanya karena cinta. Dengan sekuat tenaga,kulepas pelukan itu.. “ Sekali lagi maaf mas...” Tanpa permisi,kuberlari menghilang dari hadapan mas gilang. Dengan sisa tangis yang masih menganak sungai,aku kembali mengurung diri di kamar. Aku sempat berharap,bahwa esok hari,aku tak kan pernah menemui pagi lagi...seketika itu kusebut nama Tuhan berkali-kali. Hanya itu yang bisa menguatkan hatiku. Bagaimanapun juga aku harus ikhlas...Ya Allah...... Seleret sinar Sang Surya mengintip di balik jendela kamarku,hanya sejenak aku menghirup udara segar pagi itu,sebelum perasaan sesak kembali menjalar disekujur tubuhku. Aku tak boleh larut dalam kesedihan. Kata-kata mas gilang malam tadi masih terngiang di telingaku. Cinta tak harus memiliki. Ya...mungkin itu benar. Aku tak mungkin akan terus larut dalam kesedihan. Tak berapa lama setelah aku termenung,klentengan lagu jawa kembali terdengar dari tape besar depan rumahku,pertanda yang punya rumah tengah punya hajat besar. Kulangkahkan kaki menuju cermin besar di balik ranjang,ku tatap sesosok wajah didepanku,betapa terkejutnya diriku mendapati sepasang bola mata seakan memenuhi pipiku. Sisa air mata semalampun terasa belum kering. Dengan mengendap-ngendap,aku keluar kamar dan mengambil air hangat di termos depan kamarku,untunglah termos itu belum diambil oleh ibu. Sebelum ada orang yang melihat,kutarik gagang termos itu kedalam kamar. Dengan tergesa-gesa,kuambil sapu tangan abu-abu pemberian serly,ketika ulang tahunku tahun lalu,”ehmm jadi ingat serly,rasanya aku mau memuntahkan unek-unekku padanya” celetukku sambil menyeka mataku. Maklum,hanya serlylah yang tahu tentang cinta terlarangku ini. “ Nduk...bangun!!!” suara ibu mengagetkanku, “ Injeh bu,sudah bangun kok” sahutku setengah kaget “ Kalau gitu cepet mandi,nanti kamu mendampingi masmu waktu ijab kabul. Dandan sing ayu ya nduk...!!!” Pendamping??? Apa aku sanggup??? Ya Tuhan...berikan aku kekuatan skali ini saja. Dengan tangan masih memegang sapu tangan,kuraih setumpuk baju di lemari. Lama... sekali kubolak-balik baju-baju itu. Akhirnya kedua mataku tertuju pada gaun hitam cantik yang seakan tahu keadaan hatiku saat ini. Tanpa pikir panjang kuarahkan kakiku menuju kamar mandi dan membawa kesedihanku di dalamnya. Ya....aku menangis sejadi-jadinya di kamar yang kedap suara itu... Dentingan jam tua yang masih kokoh di dinding itu menunjukkan pukul 09.00, dan itu berarti setengah jam lagi ijab kabul dilaksanakan. Setengah jam lagi,aku akan kehilangan separuh hatiku, setengah jam lagi,aku akan kehilangan malaikat cintaku. Tapi tak akan kubiarkan seorangpun tahu tentang kesedihanku. Setelah memoles wajah dengan sedikit taburan bedak,kuamati sosok diriku di depan cermin. Begitu kosong,hampa tak bernyawa. Tapi semua itu tak berlangsung lama,ketika suara ibuk lagi-lagi memanggilku. Dengan sisa kekuatan,aku berusaha mengumpulkan nyawa dijiwaku. Kubuka pintu kamar,begitu lembut. Ibuk yang sejak tadi menungguku di depan pintu kamar,langsung meraih tanganku. “ Byuh...ayune anakku,pasti masmu seneng.” Tanpa memberi kesempatan diriku berfikir tentang kata-katanya,ibuk langsung menuntunku kearah mas Gilang. Aku duduk persis disamping mas Gilang. Andai aku duduk sebagai mempelai wanita,pasti aku adalah orang yang paling bahagia. Aku duduk dengan hati yang sangat gelisah,tapi tak sekalipun dia menoleh kearahku. Tapi aku bisa memahami,pasti sekarang yang ada di otak mas Gilang hanya calon istrinya. Dia begitu tenang...sepertinya dia begitu mencintai calon istrinya. Dan tak terasa aku sudah duduk lama disamping mas gilang,tapi kenapa calon pengantin wanitanya belum juga keluar. Sementara penghulunya sudah menunggu. Diriku menggerutu dalam hati,kapan ini berakhir Ya Allah?? Ingin sekali berteriak pada dunia tentang perasaanku. Tapi keinginan itu segera pupus dan kubuang jauh-jauh dari pikiranku. Setelah lama menunggu, penghulu itu bertanya kearah mas Gilang. “Sudah siap mengucap ijab kabul mas??? Rileks saja ya...!” Mas Gilang tak menjawab dan hanya mengangguk. Penghulu itu mengulurkan tangan dan disambut oleh mas gilang. Seketika itu aku berteriak. “ sebentar...masih menunggu calon pengantin wanita pak...jangan dimulai dulu ijab kabulnya” Serentak semua orang di ruangan itu tertawa,termasuk ibuk. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku semakin bingung. Di tengah-tengah kebingunganku,aku merasakan genggaman tangan yang sangat kuat memeluk erat seluruh sendi kehidupanku. Dengan ragu-ragu,aku menoleh kearah tangan itu,dan kuteruskan ke wajah pemilik tangan itu. Senyuman penuh misteri tersungging dibibirnya seraya berkata...” Would you marry me???” “A..a..pa?? Mz ngomong sama siapa?”

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Keep Fighting ^^